Demokrasi
Bagian Kedua
Perjalananannya di Indonesia
Demokrasi Terpimpin
Setelah diberlakukannya kembali UUD 1945 rakyat menaruh harapan akan kehidupan ketatanegaraan yang stabil dan pemerintahan presedensial yang demokratis. Juga dapat berfungsinya semua alat-alat perlengkapan negara sebagai perwujudan kehendak UUD 1945.
Akan tetapi, dalam kenyataannya Presiden Soekarno lebih memilih Demokrasi Terpimpin (bukan demokrasi Pancasila) yang dianggap khas Indonesia sesuai dengan sila ke IV Pancasila. Kata “Terpimpin” mengacu kepada”…dipimpin hikmat kebijaksanaan…” akan tetapi didalam pelaksaannya, justru demokrasi terpimpin cenderung bergeser menjadi terpimpin oleh Presiden/Panglima Besar Revolusi.
Akibat dari penerapan demokrasi terpimpin yang terjadi adalah penyimpangan-penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang antara lain adalah sebagai berikut:
1) Penyimpangan ideologis, yakni konsepsi Pancasila berubah menjadi konsepsi NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis).
2) Pelaksanaan demokrasi terpimpin, cenderung bergeser menjadi pemusatan kekuasaan Presiden/Panglima Besar Revolusi dengan wewenang yang melebihi yang ditentukan oleh UUD 1945, yaitu mengeluarkan produk hukum yang setingkat undang-undang tanpa persetujuan DPR, dalam bentuk penetapan Presiden (PenPres). Misalnya, pembentukan MPRS dengan Penpres No. 2/1959, DPAS dengan Penpres No. 3/1959, dan DPR-GR dengan Penpres No. 3/1960.
3) MPRS melalui ketetapan MPRS No. III MPRS/1963, mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur hidup.
4) Pada tahun 1960, DPR hasil Pemilu tahun 1955 dibubarkan oleh presiden karena RAPBN yang diajukan pemerintah tidak disetujui oleh DPR. Kemudian dibentuk, DPR-GR tanpa melalui Pemilu.
5) Hak budget DPR tidak berjalan setelah tahun 1960 karena pemerintah tidak mengajukan RUU-APBN untuk mendapat persetujuan dari DPR sebelum berlakunya tahun anggaran yang bersangkutan.
6) Pimpinan lembaga tertinggi (MPRS) dan lembaga tinggi (DPR) negara dijadikan menteri negar, yang berarti sebagai pembantu presiden.
7) Kaburnya politik luar negeri yang bebas aktif menjadi politik “poros-porosan”, akibatnya selanjutnya adalah konfrontasi dengan Malasya, dengan puncaknya Indonesia keluar dari PBB.
Demokrasi Pancasila
Sejak Peristiwa berdarah yang dikenal G 30S/PKI, banyak rakyat menuntut agar pemerintah segera membubarkan PKI. Secara spontan dan gagah berani para pemuda, mahasiswa, dan rakyat Indonesia melakukan unjuk rasa untuk menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (TRITURA), yaitu:
1) Bubarkan Partai Komunis Indonesia
2) Bersihkan Kabinet dari unsur-unsur PKI (Kabinet Dwikora)
3) Turunkan harga/ perbaikan ekonomi
Dengan diberikannya wewenang kepada Soeharto untuk menjaga keselamatan jalannya pemerintahan dan revolusi melalui Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), maka di mulai babak baru dalam bagi pemerintahan dan demokrasi di Indonesia . Pada masa ini sering disebut sebagai masa Orde Baru atau orde Konstitusional dengan dasar pemikiran perjuangan:
1) Adanya sikap mental yang positif untuk menghentikan dan mengoreksi segala penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945.
2) Adanya suatu masyarakat yang adil dan makmur, baik materil dan spiritual melalui pembangunan.
3) Adanya sikap mental yang mengabdi kepada kepentingan rakyat dan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dengan landasan;
· Landasan ideal : Pancasila
· Landasan konstitusional : UUD 1945
· Landasan oprasional : Ketetapan-ketetapan MPRS/MPR
Bagi bangsa Indonesia , pilihan yang tepat dalam menerapkan paham demokrasi adalah dengan Demokrasi Panasila. Paham demokrasi sangat sesuai dengan kepribadain bangsa yang digali dari tata nilai sosial dan akar budaya sendiri.
Keberhasilan nilai-nilai demokrasi Pancasila yang dipraktekan di pada masyarakat Indonesia bersendikan (berasaskan) keluhuran nilai “kekeluargaan” dan “musyawarah”.
Demokrasi Pancasila secara esensial menjamin bahwa rakyat mempunyai hak yang sama untuk menentukan dirinya sendiri dengan selalu bertanggung jawab serta menciptakan keselarasan antara manusia dan Tuhan, manusia dengan manusia lainnya, serta manusia dengan lingkungannya dalam arti yang lebih luas.
Demokrasi Pancasila sendiri memiliki arti sebagai demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia yang dijiwai dan di intergrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila. Ada beberapa pendapat mengenai pengertian Demokrasi Pancasila, antara lain sebagai berikut:
a) Menurut Prof. Dr. Drs. Notonagoro, S.H, Demokrasi Pancasila adalah krakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa, yang berkeprimanusiaan yang adil dan beradab, yang mempersatukan Indonesia, dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b) Menurut Prof. Dardji Darmodihardjo, S.H, Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia, yang perwujudannya seperti dalam ketentuan-ketentuan Pembukaan UUD 1945.
Pengertian demokrasi Pancasila dapat dibedakan dari segi substansi atau isi (aspek materiil) dan demokrasi sebagai bentuk/cara dalam pengambilan keputusan (aspek formal).
a) Dari aspek materiil, Demokrasi Pancasila harus dijiwai dan di intergrasikan oleh sila-sila lain-lainnya. Karena itulah, pengertian demokrasi Pancasila tidak hanya merupakan demokrasi ekonomi dan sosial (lihatlah penjelaan pada pasal 27, 28, 29, 30, 31, 33, dan 34 UUD 1945)
b) Dari aspek Formal, Demokrasi Pancasila merupakan bentuk atau cara pengambilan keputusan (demokrasi politik) yang dicerminkan oleh sila keempat, yakni “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”.
Secara ideologis maupun konstitusional, asas Demokrasi Pancasila yang mencerminkan tata nilai sosial budaya bangsa, mengajarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a) Persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia ,
b) Keseimbangan antara hak dan kewajiban,
c) Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, dan orang lain,
d) Mewujudkan rasa keadilan sosial,
e) Pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat,
f) Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan, dan
g) Menjunjung tinggi tujuan dari cita-cita nasional.
Demokrasi Pancasila, menurut Prof. S. Pamudji mengandung enam aspek berikut.
a) Aspek formal, yang memepersoalkan proses dan caranya rakyat menunjukkan wakil-wakilnya dalam badan-badan perwakilan rakyat dan pemerintahan serta mengatur permusyawaratan wakil-wakil rakyat secara bebas, terbuka, dan jujur untuk mencapai konsumen bersama.
b) Aspek materiil, yang mengemukakan gambaran manusia, dan mengakui harkat dan martabat manusia dan menjamin terwujudnya masyarakat manusia Indonesia sesuai dengan gambaran, harkat dan martabat tersebut.
c) Aspek normatif (kaidah) yang mengungkapkan seperangkat norma atau kaidah yang membimbing dan menjadi kriteria pencapaian tujuan.
d) aspek optatif, yang mengetengahkan tujuan atau keinginan yang hendak dicapai.
e) aspek organisasi yang memepersoalkan organisasi sebagai wadah pelaksanaan demokrasi Pancasila dimana wadah tersebut harus cocok dengan tujuan yang hendak di capai.
f) Aspek kejiwaan yang menjadi semangat para penyelenggara negara dan semangat para pemimpin pemerintahan.
Waktu terus berjalan begitu pula orde pemerintahan, setelah digulingkan oleh demontrasi besar-besaran yang dilakukan Mahasiswa yang didukung oleh rakyat pada Tahun 1998 pemirintahan yang bernama orde baru atau orde konstitusional yang telah bertahan selama 32 tahun pada akhirnya tumbang dan digantikan dengan era reformasi.
Pada era yang baru ini dimana tuntutan rakyat terhadap sistem pemerintahan yang lebih baik dan tidak KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) menjadi isu utama dari perjuangannya. Penerapan demokrasi di negara Indonesia masih tetap sama yaitu dengan menggunkan sistem demokrasi Pancasila, namun dalam pelaksanaan masih saja terlihat pelanggaran-pelangaran yang dilakukan dan itu merupakan akibat dari tidak dijalakannya Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Tapi tak hanya itu saja yang makin memperparah keadaan, tetapi kepada penjiwaan Pancasila itu sendiri yang memulai memudar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia ini. Tampak begitu jelas dengan banyaknya tumbuh paham-paham bersifat; keagamaan, kesukuan serta golongan-golongan tertentu yang lebih mengedepankan kepentingannya sendiri dan besifat jangka pendek dan jelas-jelas bertolak belakang dengan kepentingan serta tujuan nasional yang termaktub dalam Pancasila dan UUD 1945, sebagai dasar idelogi dan konstitusional negaraIndonesia .
Musyawarah merupakan salah satu sarana untuk mengambil keputusan dalam kehidupan bersama di tengah-tengah masyarakat. Supaya hal ini dapat terlaksana dengan baik, perlulah sikap saling menghormati serta rela berkorban dengan tetap mengingat kepentingan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan demikan sistem demokrasi Pancasila akan dapat menyentuh dasarnya melalui perwujudannya di dalam praktek kehidupan politik, sosial, budaya dan agama sehingga terjadi harmonisasi yang baik dengan terus mengedepankan prinsip musyawaran untuk mencapai mufakat. Maka pada akhirnya semuanya itu merupakan catatan serta pengalaman tersendiri bagi bangsa Indonesia terhadap penegakan demokrasi yang berlandaskan kepada Pancasila dan UUD 1945.